“Standar kecantikan wanita itu harus langsing, mereka akan berusaha untuk itu, dan di era digital gambaran itu semakin popular hingga merasuk ke fikiran masyarakat. Dan ini bisa jadi salah satu faktor adanya fenomena body shaming atau pelecehan bentuk tubuh, jadi kalau ada yang komentar ‘kok gemukan sih’ pasti orang akan terobsesi untuk mencapai standar kecantikan sosial yang ada dengan cara diet dan lainnya,” jelas pisikolog, Tara de Thouars dalam kesempatan sama. obesitas pada anak
Realitanya pada standar fisik yang sudah ditetapkan itu, banyak benturan yang bertentangan dengan gaya masyarakat pada umumnya. Kecenderungan gaya hidup kita lebih mengikuti alur lingkungan kita berada, seperti kulineran selepas pulang bekerja, ataupun hangout bersama rekan di coffee shop, yang kegiatannya tidak jauh dari kulineran.
Alur gaya bersosialisasi di era baru yang lebih konsumtif ini memang sulit dihindari. “Pada ujungnya akan timbul pertentangan antara makanan dan diri kita, ada rasa bersalah, tidak nyaman ketika tidak menjaga pola konsumsi dengan baik, terlebih sedang melakukan program diet. Konflik akan berlanjut terhadap tubuhnya, kita seperti merasa memiliki tubuh jelek dan lain sebagainya, jauh dari standar kecantikan masyarakat,” jelas Tara.
Tara juga menegaskan semakin jauh seseorang pada standar sosial yang ada. Maka konflik, kemarahan kita terhadap diri sendiri akan tinggi. Pada tahap ini tak sedikit dari kita akan menghadirkan realitas versus keinginan, dan alasan diet sebagian besar dipicu lingkungan.
Jika sudah berada ditekanan itu, diet seolah menjadi mimpi ampuh untuk mencapai standar kecantikan yang berlaku, tapi Tara justru melihat diet yang dilakukan tidak tulus, sehingga akan berjalan tidak sesuai aturan.
“Ada yang menjalankan diet dengan exited, ada juga yang sebaliknya merasa ribet karena banyak aturan makan dan lain sebagainya. Intinya jika memulai niatnya enggak tepat justru akan gagal diet dan nyemplung balik lagi ke pola makanan,” paparnya.
Rata-rata persoalan diet dalam tekanan sosial, selalu dihadapkan dengan konflik tubuh dan makanan. Dan berujung pada kecenderungan perilaku self pity, mengarah pada mengasihani diri sendiri, self harm atau menyiksa diri dengan tidak mempedulikan komentar orang, bahkan sampai mempengaruhi kesehatannya.
“Ketika diet ada makanan kesukaan, dia akan tergoda dan akhirnya dikonsumsi juga atas dasar berbagai alasan, contohnya sebagai reward pada diri sendiri setelah seharian letih kerja mungkin, itu self pity. Ada juga orang yang memiliki perilaku bodo amat terhadap standar kecantikan, karena merasa ribet dan pasrah memiliki tubuh gemuk. Seharusnya kita harus self love terhadap tubuh kita, diet yang dilakukan disadari untuk kesehatan,” jelasnya.